Dimana letak pelanggaran HAM pada Anak Didik

Informasi Teknologi

media obyek langsungPerkembangan Moral Anak merupakan Salah satu faktor yang menjadi kendala pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Aspek moral masih menjadi faktor yang mendominasi perhatian guru dalam kegiatan pembelajaran meskipun kadangkala orang tua anak didik tidak memahaminya secara utuh, bahkan kadangkala dianggap sebagai bentuk pelanggaan HAM. Padahal semua proses tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan kondisi bagi anak agar moralitasnya dapat berkembang secara sempurna. Kesulitan pembentukan karakter anak didik sebenarnya menjadi sangat sulit karena proses ini seperti terlupakan oleh pihak orang tua sebagai sebuah proses penting disaamping melakukan transfer pengetahuan kepada anak. Dalam kegiatan pembelajaran, secara keseluruhan sudah dirancang guru termasuk mempertimbangan perkembangan moral anak pada saat memandu mereka dalam kegiatan pembelajara. Sementara karena ketidak pahaman kita menyebabkan seluruh tindakan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran HAM.
Dimana letak pelanggaran HAM, jika proses tersebut dimaksudkan untuk mendorong anak agar dapat membentuk perkebangan moralitasnya secara sempurna. Perlu diketahui bahwa pemahaman anak terhadap moralitas sebagai sesuatu yang penting dapat diberikan dengan pendekatan yang dianggap sama atau sederajat pada level perkembangan moral anak. Kasus yang muncul belakangan ini terkait dengan adanya bentuk perlawanan terhadap reinforcement negatif terhadap anak didik sebenarnya disebabkan karena tidak adanya pemahaman terhadap tindakan yang diambil oleh guru sebagai bagian penting dari perkembangan moral itu sendiri. Ketaatan anak pada aturan, kedsiplinan, penghormatan, penghargaan tidak melulu harus dilihat sebagai sebuah peristiwa yang dapat dikategorikan melanggar norma dan nilai-nilai individu. Hal ini juga muncul karena anak merasa memperoleh perlindungan dari otoritas lain selain guru yaitu orang tua.
Sementara pada tahap anak berada pada usia sekolah paa dasarnya dibagi atas dua bagian menurut Piaget. Perkembangan tersebut didasarkan pada prinsip internalisasi yang mengacu pada sumber pengendalian, pemikiran dan tindakan anak-anak. Tahap pertama adalah tahap moralitas eksternal, di mana peraturan dipandang sebagai sesuatu yang bersikap baku yang dimiliki oleh pihak otoritas. Anak menerima sebuah aturan berdasarkan apa yang ditetapkan oleh pihak otoritas. Dalam dunia pendidikan formal hal inilah yang dianggap sebagai Tata Tertib Sekolah. Pemberian Reiforcement Positif atau negatif tergantung pada perilaku pelanggaran yang dibuatnya. Hal ini tidak berdampak pada perkembangan kearah negatif moral anak. Hal ini karena sikap anak sendiri dapat menerima aturan tersebut sebagai aturan baku yang dikeluarkan oleh otoritas di atasnya. Secara pasti dapat dikemukakan bahwa hal ini tidak melanggar esensi dari hak asasi manusia. Anak pada perkembangan moralitas ini belum sampai pada pertimbangan rasional untuk menolak atau menerima semua konsekuensi dari sistem nilai yang ditetapkan disekolah.
Berbeda jika sudah berada pada tahapan kedua dimana moralitas otonomi sudah tercipta. Tingkat kedewasaan anak juga sudah semakin berkembang, di mana telah berkembang gagasan rasional tentang kejujuran dan melihat keadilan sebagai proses timbal balik dalam memperlakukan orang lain seperti orang lain memperlakukan dirinya. Akan tetapi tahapan kedua ini tidak akan pernah bisa terwujud jika anak tidak mampu melewati tahap pertama dari perkembangan moralnya. Munculnya sikap apatis, cinta kekerasan, perlawanan secara frontal sebagai akibat dari tidak terbentuknya secara baik tahapan moral anak pada fase awal.
Sepertinya hal ini perlu menjadi perhatian bagi guru dan terlebih-lebih orang tua anak. Jika pada perkembangan tahapan awal anak di bela oleh orang tua, maka akan berakibat munculnya perilaku yang tidak positif setelah anak memasuki tahapan kedua perkembangan moralitasnya. Respon terhadap sisitem nilai yang akan ditemuinya akan direspon secara tidak tepat, dan akan melahirkan sikap apriori terhadap nilai yang ada. Anak akan melawan, meberikan reaksi yang tidak benar, dan akan berakibat ketidak patuhan pada sistem nilai yang ditemukan kemudian. Inilah menjadi penyebab banyak anak yang menekan orang tua, melawan perintah dan larangan orang tua dan seterusnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *