Aspek Ethic untuk pendidikan bermutu

Pendidikan jadi sorotan. Munculnya peristiwa yang memiriskan di dunia pendidikan kita meskipun dalam batas kasuistik, akan tetapi menjadi penting untuk menelusuri kembali esensi dasar dari pendidikan. Dalam kosep umum pendidikan mengarah pada usaha untuk merubah tingkah laku peserta didik melalui kegiatan yang terencana dan berksesinambungan. Disamping keharusan melibatkan seluruh komponen pendidikan, paling tidak pada tiga lingkungan yaitu yaitu lingkungan pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jika ketiga llingkungan ini tidak lagi bersinergis secara harmonis, bukan tidak mungkin akan memunculkan beragam hal yang justru tak mengarah kepada bagaimana pendidikan dapat mempersiapkan anak didik untuk menjadi generasi pelanjut di masa datang.

Dalam kajian Filsafat pendidikan salah satu aspek yang memang harus menjadi pertimbangan disamping asek pengetauan dan keterampilan adalah Aspek Ethic dari pendidikan. Pada Aspek etic merupakan implementasi dan cerminan dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Aspek etic adalah perwujudan dari aspek ontologis dan epistemologis dari Pendidikan itu sendiri. Jika pada aspek etic terdapat kesenjangan antara “idealitas” daengan “realitas”, maka dapat di generalisasi bahwa sesungguhnya teah terjadi penyimpangan yang luar bisa pada aspek ontologis dan epistimologis pendidikan tersebut.

ethic pendidikan bermutuAspek ontologis berkaitan dengan hal-hal yang sangat subtansial dari pendidikan, amka pada epistimologis terkait dengan metodologi pendekatan dalam proses pelaksanaan pendidikan. Jika pelaksanaan pendidikan bertolak dari nilai-nilai ontologisnya, maka ketepatan pada metodologi akan menciptakan out put pendidikan yang tidak jauh dari nilai-nilai etis dari pendidikan tersebut.

Hal yang menjadi penekanan pada pembahasan aspek etic dari pendidikan adalah Human Emotional Potents yang menjadi kodrat asali dari manusia. Potensi tersebut diantaranya adalah Spritual Quotient dan Intelegent Question yang diupayakan adanya penyetuan terhadap keduanya sehingga menghasilkan integritas pribadi bagi out pendidikan tersebut.

Jika realitas membuktikan bahwa pendidikan kemudian dalam pelaksanaannya di Indonesia justru tidak dapat menjadi sebuah  bentuk usaha yang dapat menciptakan integritas pribadi yang mantap, maka untuk menemukan jawaban terhadap persoalan tersebut, tidak kemudian “mempersalahkan” sistem dan personal dari pelaksanan sistem tersebut. Sebutlah sistem pendidikan yang dimuat dalam sistem pendidikan nasional. Secara umum bahwa dalam sistem pendidikan nasional termuat ketiga komponen aspek yang harus mendasari  pelaksanaan pendidikan yaitu ontologis, epistimologis dan etis.

Berangkat dari asumsi tersebut, meurut kami bahwa sebuah sistem, pada suatu ketika akan berada pada suatu masa, dan waktu dimana sistem tersebut tidak dapat menjadi sebuah  alat untuk menjawab selutruhn permasalahan yang muncul kemudian. Disadari atau tidak “perubahan” dan “perkembangan” kehidupan manusia berlangsung secara terus menerus. Dalam proses perubahan tersebut, pandangan hidup pola fikir, tingkah lagku dan berbagai aspek yang terkait dengan integritas personal akan kemudian berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Perubahan tersebut kemudian memaksa sistim pendidikan kita untuk melakukan sebuah reformasi dan harus menemukan paradigama-paradigma baru yang dianggap relevan dengan perubahan tersebut. Jika tidak maka sistem tersebut akan tertinggal dan tidak mampulagi untuk memecahkan persoalan yang muncul. Jika demikian maka seharusnya sistem pendidikan tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Paradigma pendidikan yang integralistik paradigamtik tersebut akan menjadi suatu wacana baru yang dapat menjadi “penawar” terhadap kendala-kendala  yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita. Ketidak mampuan pendidikan kita menciptakan manusia yang berkualitas dengan kepemillikan terhadap nilai-nilai spritualitas, intelektualitas dan behavioral, terjadi sebagai akibat terjadinyastagnasi terhadap langkah-langkah dan metode taktis praktis dalam sistem pendidikan kita.

Hal yang mungkin terlupakan bahwa niali etis dari pendidikan tersebut tidak dengan serta merta muncul dikarenakan pelaksanaan pendidikan kita seakan kehilangan “ruh” filosofisnya.  Hal tersebut kemudian tidak menjadikan proses pendidikan sebagai sebuah alternatif dalam rangka pengembangan “human Emotional Potents”. Sehingga menjadi mustahil dapat mewujudkan Civilized human societis.

Keinginan untuk kemudian mewujudkan Civil society tidak terpenuhi jika pendidian tidak mampu memberikan pembinaan terhadap ketiga potensi pokok yang dimiliki oleh manusia yaitu potensi spritual, potensi intelektual dan potensi behavioral. Spritul Question, Intelektual Question dan Emotional Quotient  seharusnya menjadi entitas mutlak yang harus dibina dan dikembangkan dalam pendidikan untuk dapat mewujudkan  Civilized Human Societies.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *