Kebutuhan atau Kebiasaan

media renunganKebutuhan dan kebiasaan menjadi dua kata yang sederhana dan sangat sering kita dengarkan, akan tetapi pernahkah sekali waktu kita dapat menjadikannya media pembelajaran untuk dapat mengambil hikah dari dua kata tersebut?. Karena kebutuhan dan kebiasaan itu butuh usaha untuk dapat melawan atau bahkan mewujudkannya. Berjuang melawan “kebiasaan” dan “kebutuhan” ternyata berbeda.Kebutuhan yang akan menjerumuskan atau merusak diri sendiri perlu di hindari. Jika “melawan” atau “menolak” sesuatu yang kita butuhkan itu sedikit lebih mudah. Hebatnya lagi, kita dapat memperoleh suggesti dari orang lain atau lingkungan kita. Demikian pula kebiasaan yang dapat merugikan diri sendiri sangat perlu untuk segera di buang. Tapi jika “melawan” atau “menolak” sesuatu yang menjadi kebiasaan sungguh menjadilebih sulit dan rumit dan bahkan tidak mudah memperoleh suggesti dari orang lain untuk melawan atau menghindarinya.

Pilihan antara Kebutuhan dan kebiasaan

Terkadang kita diperhadapkan pada pilihan tentang apakah hal tersebut kebutuhan atau kebiasaan?. Beberapa kebutuhanku tak dapat terpenuhi dan aku harus “melawan” agar tak memenuhinya, meski aku sangat membutuhkannya. Seperti “sebuah sepeda” adalah kebutuhanku saat itu, yang dapat aku gunakan menempuh jarak Rumah ke Sekolah kurang lebih 10 km pulang pergi. Tapi aku dapat “melawaannya” dengan tetap memilih menempuhnya dengan berjalan kaki karena kedua orang tuaku tak mampu membelikanku sepeda. Ah .. itu dapat kulakukan karena aku memperoleh suggesti dari lingkunganku, karena bukan hanya aku yang berjalan kaki, disamping orang tuaku memberikan motivasi luar biasa : “Nak.. bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” yang juga kalimat ini selalu diulang-ulang guruku di sekolah. Saat itu juga aku punya “kebiasaan” yang tak dapat kutinggalkan hingga 21 tahun kemudian. Kebiasaanku minum disertai suara aneh pada tenggorokanku. Sebanyak apapaun orang melarangku, dilingkungan manapun aku berada.. kebiasaan itu susah kuhilangkan. Sampai-sampai kadang aku menjadi malu sendiri. Dan banyak lagi kebiasaan-kebiasaan buruk yang harusnya “akau mampu melawannya”.

Contoh kebutuhan dan kebiasaan

Beberapa contoh antara kebutuhan dan kebiasaan yang kadang kita salah menerimanya. Misalnya saja jika kiranya saat aku menganggap bahwa merokok itu bukan sebuah “kebutuhan” tapi dia tak lebih dari sebuah “kebiasaan”. Jika sekiranya merokok adalah kebutuhan, maka setiap perokok pastilah mampu melawan kebutuhannya untuk merokok. Tapi ternyata perokok sangat sulit menghentikan dirinya untuk merokok, karena merokok menjadi kebiasaanya, hingga tak ada satupun yang mampu menghentikan dia untuk merokok, meski menggunakan obat, atau memperoleh sugesti dari orang lain atau lingkungannya. YA.. itu tadi… jika kebiasaan, maka tidak ada yang mampu melawannya kecuali diri kita sendiri…. Semoga ini dapat kita jadikan sebagai media renungan untuk dapat menjadi media pembelajaran bagi kita semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *