Malam Takbiran atau Malam Tahun Baru

takbiranMalam takbiran atau malam tahun baru jadi sulit dibedakan. Nuansa religius malam takbiran tiba-tiba menjadi hilang. Entah Karena dalam hati sudah tak lagi sempurna dalam menyelesaikan ibadah Ramadhan, atau karena pengaruh lingkungan dan eforia menyambut kegembiraan 1 Syawal. Dibeberapa kota khususnya di Indonesia, penyambutan malam Takbiran diisi dengan beragam aktivitas. Dahulu malam takbiran hanya diisi dengan lantunan Takbir di mesjid-mesjid dan mushollah. Suara Takbir sahut menyahut menandakan bahwa ummat manusia khususnya yang beragama Islam menunjukkan tanda ketaatan dan kekhusukan akan rasa syukurnya kepada sang Maha Pencipta Allah swt. Banyak bahkan diantara mereka yang sulit menunjukkan perasaan mereka. Disamping karena sedih ditinggal Ramadhan yang merupakan bulan penuh maghfirah dan ampunan, akan tetapi disisi lain juga kegembiraan karena telah menyelesaikan ibadah puasa sebulan penuh. Hingga sebagian dari mereka itu menundukkan wajah sambil meneteskan air mata.

Terdengan disela isakan tangis mereka lantunan lafaz mengangungkan dan membesarkan Asma Allah. Lirih hingga menusuk tulang. Terlintas dalam benak mereka rasa sedih karena tak ingin berpisah dengan bulan Ramadhan dan khawatir tak akan bertemu kembali dengan Bulan Ramadhan tahun berikutnya. Tangisan mereka juga menjadi bukti akan ketakutannya sebagai hamba di depan Allah swt, takut tak diterima pahala puasanya, takut tak diberi hidayah dan magfirah dan takut tak menjadi golongan orang-orang yang dibebaskan dari api neraka.

Tapi sekarang menjadi lain. Malam Takbiran berubah menjadi hiruk pikuk. Pawai Kendaraan roda Empat, Roda dua dengan suara yang memekakkan telinga sangat jauh dari nuansya khusyu, hening dan jauh dari bukti ketundukan dan ketaatan kepada Allah. Mereka seperti mengumbar nafsu yang selama ini mereka tahan selama bulan Ramadhan. Mereka telah lupa sikap tawadhu dan tertutupi oleh hiruk pikuk suara kendaraan. Mesjid seperti kosong dari gema takbir seperti kuburan yang sunyi dan tak berpenghuni. Dimana lagi nuansa religius itu. Mengapa harus dinodai dengan prilaku-prilaku tak bertanggung jawab. Sungguh pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda bahwa hakikat dari puasa Ramadhan dan Hari Raya idul fitri telah hilang. Tak ada lagi suara gema takbir berkumandang. Semua tertutup oleh suara kendaraan yang memekakkan telinga.

Apa yang kemudian membekas dari pendidikan dan latihan kita selama bulan Ramadhan. Apa yang menjadi hasil dari ibadah Ramadhan kita. Kekhusuan saat mentartil al-Qur’an, ketawadduan ketika sujud dalam sholat Tarwih dan Sholat Malam kita, serta kemampuan menekan nafsu saat kita berpuasa. Seperti semua hilang dalam satu malam. Justru dimalam Takbiran yang harusnya menjadi aktivitas puncak dari sebuah kebahagiaan yang bercampur kesedihan. Kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhan, serta kesedihan karena akan ditinggal Ramadhan berkah.

Ah. Aku menjadi bingung apakah ini Malam Takbiran ataukan ini Malam Tahun Baru. Wallahu ‘allam bi showwab.

One Reply to “Malam Takbiran atau Malam Tahun Baru”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *